
Bandung, virtucivi.my.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang diajukan oleh empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga terkait penghapusan Presidensial Threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Gugatan ini, yang tercantum dalam Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 dan diumumkan pada 3 Januari 2025, berhasil menghapus syarat ambang batas 20% untuk pencalonan presiden. (04/01/25)
Keputusan ini disambut positif oleh berbagai pihak, yang melihatnya sebagai langkah maju dalam demokrasi Indonesia. Dengan penghapusan ambang batas ini, diharapkan akan muncul lebih banyak calon presiden yang membawa gagasan-gagasan alternatif untuk pembangunan bangsa.
Penghapusan ambang batas juga menuntut revisi terhadap Undang-Undang Pemilu Tahun 2017, terutama dalam mekanisme pemilihan presiden. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu segera membahas dan menetapkan mekanisme baru untuk pendaftaran calon presiden, sesuai dengan arahan putusan MK.
Putusan ini menciptakan ruang partisipasi politik yang lebih luas, memungkinkan calon-calon alternatif dari partai-partai non-parlemen untuk turut serta dalam kontestasi pilpres. Hal ini juga mengurangi dominasi partai besar dalam mengusung kandidat presiden, yang sebelumnya sering kali mengharuskan koalisi besar demi memenuhi ambang batas 20%.
Dengan penghapusan ambang batas, diharapkan tidak akan ada lagi praktik “borong partai” untuk memenuhi syarat pencalonan presiden. Selain itu, keputusan ini dapat mengurangi alokasi anggaran negara yang sering membengkak akibat adanya lembaga-lembaga baru untuk mengakomodasi koalisi partai politik.
Keputusan Mahkamah Konstitusi ini adalah tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia, membuka peluang lebih besar bagi calon-calon potensial untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara.
Tidak ada komentar!