Skip to main content

Tragedi Ibu dan Anak di Bandung, Ketua KOPRI Universitas Subang: Bukti Nyata Negara Absen

M Alvian Rizky Pratama

Duka mendalam menyelimuti Bandung Selatan. Seorang ibu bersama dua anaknya ditemukan meninggal dunia di sebuah kontrakan sempit di Kecamatan Banjaran. Tak hanya tubuh yang tak bernyawa, polisi juga menemukan sepucuk surat wasiat: sebuah jeritan keputusasaan akibat tekanan ekonomi dan keterasingan sosial yang menjerat mereka.

Jika dibaca dengan kacamata relasi kuasa, ibu ini terjepit di tiga lapisan sekaligus. Di ranah domestik, ia menanggung beban ganda rumah tangga tanpa dukungan pasangan. Di ranah sosial, ia ditindih stigma dan gunjingan yang memperparah keterasingan. Di ranah negara, ia dibiarkan tanpa jaring pengaman sosial negara absen ketika ia paling membutuhkan.

Peristiwa tragis ini kembali menyingkap luka lama: betapa rapuhnya perlindungan negara terhadap kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak.

Data Pusiknas Polri menunjukkan kasus bunuh diri di Indonesia meningkat dari 640 pada 2020 menjadi 1.288 di 2023, dan hingga Mei 2025 sudah tercatat 594 kasus. Angka ini menunjukkan bahwa tragedi Banjaran bukan peristiwa tunggal, melainkan pola yang berulang.

Catatan itu bukan sekadar surat pamit, melainkan dokumen sosial yang menyingkap bagaimana relasi kuasa menekan perempuan hingga kehilangan jalan pulang. Jika negara terus absen, tragedi semacam ini hanya tinggal menunggu waktu untuk kembali terulang.

Menanggapi hal ini, Ketua KOPRI Komisariat Universitas Subang Anastasya Anggraeni, menegaskan bahwa tragedi tersebut bukanlah kasus pribadi semata, melainkan potret kegagalan sistemik.

“Seorang ibu tidak boleh dibiarkan bergulat sendirian dengan keterbatasan ekonomi dan sosial. Dua anak yang seharusnya dilindungi hak hidupnya justru meregang nyawa tanpa pernah merasakan hadirnya negara yang peduli,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Sabtu (6/9).

Menurut Anastasya, perempuan sering terjebak dalam beban ganda: menopang rumah tangga di tengah himpitan ekonomi sekaligus menanggung stigma sosial ketika gagal bertahan. Sementara anak-anak, yang mestinya tumbuh dalam kasih sayang dan jaminan kehidupan layak, justru terenggut oleh absennya negara.

“Kasus ini mengingatkan kita bahwa perlindungan sosial bukan hanya angka di laporan tahunan. Negara harus benar-benar hadir, memberikan jaminan kesejahteraan yang nyata bagi perempuan dan anak, bukan sekadar retorika,” tegasnya.

KOPRI Universitas Subang menyerukan agar pemerintah menempatkan perempuan sebagai subjek kebijakan, bukan sekadar objek program. Perlindungan anak juga harus menjadi prioritas utama, karena masa depan bangsa bergantung pada kehidupan mereka hari ini.

“Tragedi Banjaran adalah tanda peringatan keras. Jika anak-anak terus dibiarkan tumbuh dalam kerentanan, maka bangsa ini sedang kehilangan masa depannya,” tambahnya.

Peristiwa ini menambah daftar panjang kisah pilu yang menimpa perempuan dan anak. Masyarakat diingatkan untuk tidak hanya berduka, tetapi juga mendesak pemerintah agar tragedi serupa tidak kembali terulang.


Kata Kunci

#kopri

#pmii


Alvian Rizky Pratama About Alvian Rizky Pratama

Suka ngopi sambil bicara negara berusaha revolusi tapi bangun pagi aja sulit.

Tidak ada komentar!

Tenang saja, email anda tidak akan terekspos.


Alamat Kantor

Jl. Sekeloa No. 22, Kelurahan Lebak Gede, Coblong, Kota Bandung.

Hubungi Kami
E-mail
virtucivi@gmail.com

Nomor Telepon
+6289-7910-0694