Skip to main content

Sekolah Jadi Pabrik Pekerja Patuh Warisan Prussia

M Alvian Rizky Pratama

Coba jujur, deh. Sejak kecil, kita disuruh rajin belajar, supaya dapat nilai bagus, supaya keterima kerja bagus, supaya hidup aman.
Aman dari apa? Dari PHK? Ya kalau krisis datang, semua juga digilas, Bos!

Robert T. Kiyosaki pernah nyeletuk ke TIME tahun 2009: sekolah itu bukan buat bikin orang kreatif, tapi buat bikin orang patuh.
Patuh masuk jam tujuh. Patuh pulang jam empat. Patuh ngisi absen. Patuh ngelus dada kalau gaji pas-pasan.

Padahal, dulu, zaman dunia masih agraris, hampir semua orang wirausaha. Petani ngolah tanah sendiri, pandai besi bikin senjata buat tentara, tukang kayu bangun rumah buat siapa saja yang mau bayar. Gak ada tuh drama bos marah-marah di WhatsApp jam 10 malam.

Lalu Revolusi Industri datang. Mesin-mesin berdiri. Pabrik-pabrik lahir. Manusia dibutuhkan… bukan sebagai pemilik, tapi sebagai baut kecil yang patuh muter di tempatnya.
Jadilah sistem pendidikan massal: anak-anak dikumpulin, diajar baca-tulis-hitungan, lalu dibentuk mentalitas: “Kalau mau sukses, jadi karyawan yang baik ya, Nak.”

Otto von Bismarck, bapaknya sistem pensiun modern, juga ngerti banget soal ini. Tahun 1889, dia atur usia pensiun di angka 65. Kenapa? Karena rata-rata umur orang saat itu cuma 45 tahun.
Artinya? Pensiun itu cuma janji manis, kayak promo diskon yang syarat dan ketentuannya ribet setengah mati.

Tapi sekarang? Orang hidup sampai umur 80, 90 tahun. Pemerintah pusing, uang pensiun jebol, anggaran bocor kayak tambang emas.

Dan ironisnya, sistem pendidikan ala Prussia ini—yang tugas utamanya mencetak pekerja patuh dan tentara siap perang—masih dipeluk erat kayak mantan yang udah ghosting.

Jadi, pertanyaannya bukan lagi “Kamu kerja di mana?”
Tapi: “Kamu hidup buat siapa?”

Tidak ada komentar!

Tenang saja, email anda tidak akan terekspos.


Alamat Kantor

Jl. Sekeloa No. 22, Kelurahan Lebak Gede, Coblong, Kota Bandung.

Hubungi Kami
E-mail
virtucivi@gmail.com

Nomor Telepon
+6289-7910-0694